Jumat, 10 Juni 2011

“PENYALAHGUNAAN OBAT”

BAB I
PENDAHULUAN


A. Definisi
Penyalahgunaan obat secara sekilas bukan merupakan penyakit tetapi merupakan penyakit yang berkaitan  dengan psikis dan fisik.
Definisi penyalahgunaan substansi dalam arti luas meliputi penyalahgunaan obat obatan seperti alkohol, kokain, heroin, nikotin yang terdapat dalam tembakau, kafein yang terkandung dalam kopi, minuman ringan.
Franklin dan Frances (1999) mendefinisikan ketergantungan substansi bila seseorang tergantung secara psikologis pada substansi, membutuhkan lebih banyak lagi substansi untuk mendapatkan efek yang sama (toleransi) dan fisiknya akan merespons secara negatif ketika substansi tsb. tidak lagi digunakan (withdrawal).
Adiksi ( Ketergantungan ) adalah  suatu  kondisi patologis yang disebabkan karena penggunaan berulang suatu obat yang jika dihentikan akan menyebabkan gejala-gejala tertentu. 
Gangguan kekambuhan yang bersifat kronis, yang disebabkan oleh karena:
1.      Dorongan untuk mencari dan menggunakan obat
2.      Kehilangan control terhadap pembatasan pengunaaan obat
3.      Munculnya emosi negative  (dysphoria, anxiety, irritability) jika tidak mendapatkan obat, walaupun mengetahui efek buruk obat tersebut
Penyalahgunaan obat (drug abuse) : pengunaan obat yang berlebihan tanpa tujuan medis.
Drug mis use : salah pengunaan obat-obat dengan tujuan medis (misal: cara minum, cara memakai)
Ada tiga golongan obat yang paling sering disalahgunakan, yaitu :
1.      Golongan Analgesik Opiat / Narkotika
Menurut  UU RI No 22 tahun 1997 Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman  atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapaqt menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Contohnya adalah codein, oxycodon, morfin.
2.      Golongan depressan sistem saraf pusat untuk mengatasi kecemasan dan gangguan tidur.
Menurut UU RI No 5 tahun 1997 Psikotropika adalah suatu zat atau obat baik alamiah atau sintesis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada SSP yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Contohnya barbiturat (luminal) dan golongan benzodiazepin (diazepam/valium, klordiazepoksid, klonazepam, alprazolam, dll)
3.      Golongan stimulan sistem saraf pusat.
Obat-obat ini bekerja pada sistem saraf, dan umumnya menyebabkan ketergantungan atau kecanduan.
Selain itu, ada pula golongan obat lain yang digunakan dengan memanfaatkan efek sampingnya, bukan berdasarkan indikasi yang resmi dituliskan. Contohnya dekstroamfetamin, amfetamin. Beberapa contoh diantaranya adalah :
·            Penggunaan misoprostol, suatu analog prostaglandin untuk mencegah tukak peptik/gangguan lambung, sering dipakai untuk menggugurkan kandungan karena bersifat memicu kontraksi rahim.
·            Penggunaan Profilas (ketotifen), suatu anti histamin yang diindikasikan untuk profilaksis asma, sering diresepkan untuk meningkatkan nafsu makan anak-anak
·            Penggunaan Somadryl untuk “obat kuat” bagi wanita pekerja seks komersial untuk mendukung pekerjaannya. Obat ini berisi carisoprodol, suatu muscle relaxant, yang digunakan untuk melemaskan ketegangan otot.

Obat-obat psikotropika beserta dosis sedative dan dosis yang menyebabkan ketergantungan :
Nama
Dosis sedatif (mg)
Dosis ketergantungan dan waktu
untuk menimbulkan ketergantungan
Diazepam
5 – 10
40 – 100 mg x 42 – 120 hari
Klordiazepoksid
10 – 25
75 – 600 mg x 42 – 120 hari
Alprazolam
0,25 – 8
8 – 16 mg x 42 hari
Flunitrazepam
1 – 2
8 – 10 mg x 42 hari
Pentobarbital
100
800 – 2200 mg x 35 – 37 hari
Amobarbital
65 – 100
800 – 2200 mg x 35 – 37 hari
Meprobamat
400
1,6 – 3,2 g x 270 hari








Mekanisme Terjadinya Adiksi :
Untuk menjelaskan tentang adiksi, perlu dipahami dulu istilah system reward pada manusia. Manusia, umumnya akan suka mengulangi perilaku yang menghasilkan sesuatu yang menyenangkan. Sesuatu yang menyebabkan rasa menyenangkan tadi dikatakan memiliki efek reinforcement positif. Reward bisa berasal secara alami, seperti makanan, air, sex, kasih sayang, yang membuat orang merasakan senang ketika makan, minum, disayang, dll. Bisa juga berasal dari obat-obatan. Pengaturan perasaan dan perilaku ini ada pada jalur tertentu di otak, yang disebut reward pathway. Perilaku-perilaku yang didorong oleh reward alami ini dibutuhkan oleh mahluk hidup untuk survived (mempertahankan kehidupan).

Bagian penting dari reward pathway adalah bagian otak yang disebut : ventral tegmental area (VTA), nucleus accumbens, dan prefrontal cortex. VTA terhubung dengan nucleus accumbens dan prefrontal cortex melalui jalur reward ini yang akan mengirim informasi melalui saraf. Saraf di VTA mengandung neurotransmitter dopamin, yang akan dilepaskan menuju nucleus accumbens dan prefrontal cortex. Jalur reward ini akan teraktivasi jika ada stimulus yang memicu pelepasan dopamin, yang kemudian akan bekerja pada system reward.
Obat-obat yang dikenal menyebabkan adiksi/ketagihan seperti kokain, misalnya, bekerja menghambat re-uptake dopamin, sedangkan amfetamin, bekerja meningkatkan pelepasan dopamin dari saraf dan menghambat re-uptake-nya, sehingga menyebabkan kadar dopamin meningkat.
Pada obat golongan opiat, reseptor opiat terdapat sekitar reward pathway (VTA, nucleus accumbens dan cortex), dan juga pada pain pathway (jalur nyeri) yang meliputi thalamus, brainstem, dan spinal cord. Ketika seseorang menggunakan obat-obat golongan opiat seperti morfin, heroin, kodein, dll, maka obat akan mengikat reseptornya di jalur reward, dan juga jalur nyeri. Pada jalur nyeri, obat-obat opiat akan memberikan efek analgesia, sedangkan pada jalur reward akan memberikan reinforcement positif (rasa senang, euphoria), yang menyebabkan orang ingin menggunakan lagi. Hal ini karena ikatan obat opiat dengan reseptornya di nucleus accumbens akan menyebabkan pelepasan dopamin yang terlibat dalam system reward.

B. Alasan Penyalahgunaan Obat
Ada tiga kemungkinan seorang memulai penyalahgunaan obat, yaitu :
·         Yang pertama, seseorang awalnya memang sakit, misalnya nyeri kronis, kecemasan, insomnia, dll, yang memang membutuhkan obat, dan mereka mendapatkan obat secara legal dengan resep dokter. Namun selanjutnya, obat-obat tersebut menyebabkan toleransi, di mana pasien memerlukan dosis yang semakin meningkat untuk mendapatkan efek yang sama. Merekapun kemudian akan meningkatkan penggunaannya, mungkin tanpa berkonsultasi dengan dokter. Selanjutnya, mereka akan mengalami gejala putus obat jika pengobatan dihentikan, mereka akan menjadi kecanduan atau ketergantungan terhadap obat tersebut, sehingga mereka berusaha untuk memperoleh obat-obat tersebut dengan segala cara.
·         Kemungkinan kedua, seseorang memulai penyalahgunaan obat memang untuk tujuan rekreasional. Artinya, sejak awal penggunaan obat memang tanpa tujuan medis yang jelas, hanya untuk memperoleh efek-efek menyenangkan yang mungkin dapat diperoleh dari obat tersebut. Kejadian ini umumnya erat kaitannya dengan penyalahgunaan substance yang lain, termasuk yang bukan obat diresepkan, seperti kokain, heroin, ecstassy, alkohol, dll.
·         Yang ketiga, seseorang menyalahgunakan obat dengan memanfaatkan efek samping seperti yang telah disebutkan di atas. Bisa jadi penggunanya sendiri tidak tahu, hanya mengikuti saja apa yang diresepkan dokter. Obatnya bukan obat-obat yang dapat menyebabkan toleransi dan ketagihan. Penggunaannya juga mungkin tidak dalam jangka waktu lama yang menyebabkan ketergantungan.

C. Cara Mendapatkan Obat-Obat Yang Disalahgunakan:
Obat-obat tadi harus diperoleh dengan resep dokter. Namun untuk penyalahgunaan ini, banyak cara yang bisa dilakukan orang untuk memperoleh obat. Antara lain adalah :
  • multiple doctor shopping à maksudnya, ia pergi ke banyak dokter, sehingga mendapatkan banyak resep untuk mendapatkan obat yang dimaksud
  • memalsukan resep, memalsukan angka untuk iterasi
  • mencuri atau meminta paksa
  • over prescribing by physicians à dokter sendiri yang meresepkan dalam jumlah berlebihan
  • pembelian melalui internet à sekarang banyak online pharmacies, terutama di luar negeri
  • penjualan langsung oleh dokter atau apoteker yang memang tidak mengindahkan moral dan etika profesi

D. Peran Farmasis Dalam Mencegah Penyalahgunaan Obat:
Sebagai bagian dari tenaga kesehatan dan garda terdepan bagi akses masyarakat terhadap obat, maka farmasis dapat berkontribusi secara signifikan dalam mengidentifikasi dan mencegah penyalahgunaan obat. Melihat berbagai kemungkinan akses masyarakat terhadap obat yang bisa disalah-gunakan, ada beberapa hal yang dapat dilakukan:
1. Aktif memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahayanya penyalahgunaan obat, lebih baik dengan cara yang sistematik dan terstruktur.
2. Mewaspadai adanya kemungkinan resep-resep yang palsu dan ganjil, terutama resep - resep yang mengandung obat psikotropika/narkotika. Hal ini memerlukan pengalaman yang cukup dan pengamatan yang kuat. Jika terdapat hal-hal mencurigakan, dapat berkomunikasi dengan dokter penulis resep yang tertera dalam resep tersebut untuk konfirmasi.
3. Mengedepankan etika profesi dan mengutamakan keselamatan pasien dengan tidak memberikan kemudahan akses terhadap obat-obat yang mudah disalah gunakan.

            Kondisi yang perlu diatasi secara farmakoterapi pada keadaan ketergantungan obat ada dua, yaitu kondisi intoksikasi dan kejadian munculnya gejala putus obat (“sakaw”). Dengan demikian, sasaran terapinya bervariasi tergantung tujuannya:
  1. Terapi pada intoksikasi/over dosis è tujuannya untuk mengeliminasi obat dari tubuh, menjaga fungsi vital tubuh
  2. Terapi pada gejala putus obat è tujuannya untuk mencegah perkembangan gejala supaya tidak semakin parah, sehingga pasien tetap nyaman dalam menjalani program penghentian obat
Masing-masing golongan obat memiliki cara penanganan yang berbeda, sesuai dengan gejala klinis yang terjadi. Di bawah ini disajikan tabel ringkasan terapi intoksikasi pada berbagai jenis obat yang sering disalahgunakan.
Tabel 1. Ringkasan tentang terapi intoksikasi

Klas obat
Terapi obat
Terapi non-obat
Komentar
Benzodiazepin
Flumazenil 0,2 mg/min IV, ulangi sampai max 3 mg
Support fungsi vital
Kontraindikasi jika ada penggunaan TCA à resiko kejang
Alkohol, barbiturat, sedatif hipnotik non-benzodiazepin
Tidak ada
Support fungsi vital

Opiat
Naloxone 0,4-2,0 mg IV setiap 3 min
Support fungsi vital
Jika pasien tidak responsif sampai dosis 10 mg à mungkin ada OD selain opiat
Kokain dan stimulan CNS lain
þ Lorazepam 2-4 mg IM setiap 30 min sampai 6 jam jika perlu
þ Haloperidol 2-5 mg (atau antipsikotik lain) setiap 30 min sampai 6 jam
-Support fungsi vital
- Monitor fungsi jantung
- digunakan jika pasien agitasi
- digunakan jika pasien psikotik
- komplikasi kardiovaskuler diatasi scr simptomatis
Halusinogen, marijuana
Sama dgn di atas
Support fungsi vital,
„talk-down therapy“


Tabel 2. Ringkasan tentang terapi untuk mengatasi gejala putus obat withdrawal syndrome (DiPiro, 2008)
Obat
Terapi obat
Komentar
Benzodiazepin
(short acting)
Klordiazepoksid 50 mg 3 x sehari atau lorazepam 2 mg 3 x sehari, jaga dosis utk 5 hari, kmd tapering

Long acting BZD
Sama, tapi tambah 5-7 hari utk tappering
Alprazolam paling sulit dan butuh wkt lebih lama
Opiat
Methadon 20-80 mg p.o, taper dengan 5-10 mg sehari, atau klonidin 2 mg/kg tid x 7 hari, taper untuk 3 hari berikutnya
- jika metadon gagal à metadon maintanance program
- Klonidin menyebabkan hipotensi à pantau BP
Barbiturat
Test toleransi pentobarbital, gunakan dosis pada batas atas test, turunkan dosis 100 mg setiap 2-3 hari

Mixed-substance
Lakukan spt pada long acting BZD

Stimulan CNS
Terapi supportif saja, bisa gunakan bromokriptin 2,5 mg jika pasien benar-benar kecanduan, terutama pada kokain
























BAB II
ISI


A.    Kasus : 
Seorang pasien ( 23 tahun, laki- laki) dirawat di rumah sakit karena penyakit yang dideritanya. Pasien dalam kondisi setengah sadar, mengigau tidak karuan, panas tinggi. Oleh karena itu, keluarga membawanya ke rumah sakit. Dari hasil anemnese dengan keluarga diketahui  pasien merupakan penguna valium tanpa indikasi yang jelas. Bagaimana cara pengatasan terhadap pasien tersebut? Baik secara farmakoterapi maupun non farmakoterapi, karena pasien sudah mengkonsumsi valium dosis tinggi selama 2 tahun.

B.     Penyelesaian Kasus :
Subject                        : Pasien setengah sadar, mengigau tidak karuan, panas tinggi.
Objective         : Penggunaan Valium dosis tinggi tanpa indikasi yang jelas.
Asessment      : Pasien menggunkan Valium ( Diazepam ) dengan dosis tinggi selama    2 tahun, sehingga menimbulkan ketergantungan.
Dosis : 5–10 mg, dosis yang dapat menimbulkan ketergantungan 40 -100 mg x 42-120 hari.
Plan                 :
1.      Terapi Farmakologi :
Pengobatan dengan Flumazenil 0,2 mg/min IV, ulangi sampai max 3 mg.
Untuk Pasien yang mengalami Putus obat diterapi dengan menggunakan Klordiazepoksid 50 mg 3 x sehari atau lorazepam 2 mg 3 x sehari, jaga dosis untuk 5 hari.
2.      Terapi Non Farmakologi :
·         Psikoterapi
·         Melakukan berbagai usaha –usaha untuk mengurangi stress, seperti dengan relaksasi, yoga, berolahraga.
·         Mengikuti program penyuluhan untuk pencegahan kambuh dan perencanaan aftercare.

C.    Valium ( Diazepam )
1.      Indikasi
Valium berisi diazepam. Diazepam adalah turunan dari benzodiazepine dengan rumus molekul 7-kloro-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on. Valium adalah salah satu benzodiazepin paling lambat dieliminasi. Ini memiliki paruh hingga 200 jam, yang berarti bahwa tingkat darah untuk setiap dosis jatuh hanya satu setengah dalam waktu sekitar 8,3 hari.
Diazepam digunakan untuk memperpendek mengatasi gejala yang timbul seperti gelisah yang berlebihan, diazepam juga dapat diinginkan untuk gemeteran, kegilaan dan dapat menyerang secara tiba-tiba. Halusinasi sebagai akibat mengkonsumsi alkohol. diazepam juga dapat digunakan untuk kejang otot, kejang otot merupakan penyakit neurologi. dizepam digunakan sebagai obat penenang dan dapat juga dikombinasikan dengan obat lain.

2.      Efek Samping
Pengaruh Valium dirasakan dalam waktu tiga puluh menit setelah pemberian secara oral dan satu sampai lima menit setelah injeksi. Obat ini bekerja dengan meningkatkan suatu bahan kimia dalam otak  (asam gamma-aminobutyric atau GABA) yang bertindak sebagai obat penenang.
Efek samping yang sering terjadi, seperti : pusing, mengantuk.
Efek samping yang jarang terjadi, seperti : Depresi, Impaired Cognition.
Efek samping yang jarang sekali terjadi,seperti : reaksi alergi, amnesia, anemia, angioedema, gangguan perilaku, diskrasia darah, penglihatan kabur, kehilangan keseimbangan, sembelit, perubahan koordinasi, diare, penyakit hati, ketergantungan obat, disuria, penyakit ekstrapiramidal, Rasa palsu kesejahteraan, kelemahan kelelahan, umum, gangguan sakit kepala, hipotensi, Peningkatan sekresi bronkial, leukopenia, perubahan libido, kejang otot, kelemahan otot, mual, gangguan neutropenia, polidipsia, pruritus kulit, gangguan kejang, sialorrhea, ruam kulit, otomatisme tidur, takiaritmia, trombositopenia, tremor, perubahan visual, muntah, xerostomia.

3.      Mekanisme Kerja
Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan neuron GABA. Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di hipotalamus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan ini kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang berkurang.

4.      Kontra Indikasi
·         Hipersensitivitas
·         Sensitivitas silang dengan benzodiazepin lain
·         Pasien koma
·         Depresi SSP yang sudah ada sebelumnya
·         Nyeri berat tak terkendali
·         Glaukoma sudut sempit
·         Kehamilan atau laktasi
·         Diketahui intoleran terhadap alkohol atau glikol propilena (hanya injeksi)

5.      Dosis & Rute
·           Antiansietas, Antikonvulsan.
PO (Dewasa) : 2-10 mg 2-4 kali sehari atau 15-30 mg bentuk lepas lambat sekali sehari.
PO (anak-anak > 6 bulan) : 1-2,5 mg 3-4 kali sehari.
IM, IV (Dewasa) : 2-10 mg, dapat diulang dalam 3-4 jam bila perlu.
·     Pra-kardioversi
IV (Dewasa) : 5-15 mg 5-10 menit prakardioversi.
·           Pra-endoskopi
IV (Dewasa) : sampai 20 mg.
IM (Dewasa) : 5-10 mg 30 menit pra-endoskopi.


·           Status Epileptikus           
IV (Dewasa) : 5-10 mg, dapat diulang tiap 10-15 menit total 30 mg, program pengobatan ini dapat diulang kembali dalam 2-4 jam (rute IM biasanya digunakan bila rute IV tidak tersedia).
IM, IV (Anak-anak > 5 tahun) : 1 mg tiap 2-5 menit total 10 mg, diulang tiap 2-4 jam.
IM, IV (Anak-anak 1 bulan – 5 tahun) : 0,2-0,5 mg tiap 2-5 menit sampai maksimum 5 mg, dapat diulang tiap 2-4 jam.
Rektal (Dewasa) : 0,15-0,5 mg/kg (sampai 20 mg/dosis).
Rektal (Geriatrik) : 0,2-0,3 mg/kg.
Rektal (Anak-anak) : 0,2-0,5 mg/kg.
·           Relaksasi Otot Skelet
PO (Dewasa) : 2-10 mg 3-4 kali sehari atau 15-30 mg bentuk lepas lambat satu kali sehari. 2-2,5 mg 1-2 kali sehari diawal pada lansia atau pasien yang sangat lemah.
IM, IV (Dewasa) : 5-10 mg (2-5 mg pada pasien yang sangat lemah) dapat diulang dalam 2-4 jam.
·           Putus Alkohol
PO (Dewasa) : 10 mg 3-4 kali pada 24 jam pertama, diturunkan sampai 5 mg 3-4 kali sehari.
IM, IV (Dewasa) : 10 mg di awal, keudian 5-10 mg dalam 3-4 jam sesuai keperluan.
                                                                                                     
6.      Ketergantungan Dan Penghentian
Valium menekan sistem saraf pusat seperti alkohol dan disalahgunakan oleh masyarakat. Valium baik secara fisik atau psikologis dapat mengakibatkan ketergantungan yang paling sulit untuk dihentikan dan memiliki potensi ketergantungan yang tinggi. Gejala penghentian dapat dilihat setelah diberikan dalam waktu 2 atau 3 hari pada penggunaan dosis berulang. Toleransi untuk Valium dapat mengakibatkan  terjadinya  perubahan adaptif yang terjadi di dalam system tubuh yang dipengaruhi oleh obat, sehingga respons tubuh terhadap obat berkurang pada pemberian berulang. Pada penggunaan valium, di mana reseptor obat dalam tubuh mengalami desensitisasi, sehingga memerlukan dosis yang makin meningkat pada pemberian berulang untuk mencapai efek terapetik yang sama.
Semua benzodiazepin, jika digunakan sesuai anjuran dapat menghasilkan emosional dan / atau ketergantungan fisik. Valium memiliki potensi untuk menyebabkan ketergantungan emosional dan fisik yang berat pada beberapa pasien dan pasien mungkin akan sangat sulit untuk berhenti menggunakan. Penghentian valium secara tiba-tiba itu dapat menyebabkan kejang dan kadang-kadang kematian. Sebaiknya, penghentian obat tersebut harus berada dalam  pengawasan dokter dan dilakukan secara bertahap atau dapat juga diberikan obat tambahan untuk mengurangi penghentian akut.
Pada dasarnya, penghentian Valium dapat menghasilkan gejala seperti gelisah, perasaan gemetar, denyut jantung yang cepat, tremor, insomnia, berkeringat, lekas marah, cemas, penglihatan kabur, penurunan konsentrasi, penurunan kejernihan mental, diare, gangguan penciuman, kehilangan nafsu makan, kehilangan berat badan, kram otot, kejang, kesemutan, dan agitasi. Dalam kasus yang lebih ekstrim, biasanya terkait dengan penghentian mendadak obat, pengguna mungkin akan mengalami kejang-kejang, tremor, kram perut dan otot, muntah dan berkeringat. Setelah penyalahgunaan diperpanjang, penghentian tiba-tiba harus dihindari .

7.      Tanda-Tanda Ketergantungan Valium
Tanda-tanda bahwa tubuh atau pikiran telah mengalami kecanduan atau ketergantungan valium adalah :
-          Merasa seperti Anda harus menggunakan obat setiap hari atau bahkan beberapa kali sehari.
-          Tidak mampu untuk berhenti menggunakan obat.
-          Membeli obat bahkan ketika Anda tidak mampu membelinya.
-          Melakukan hal-hal yang tidak biasa dilakukan untuk mendapatkan obat tersebut, seperti berbohong atau mencuri.
-          Anda memerlukan obat untuk mengatasi masalah.
-          Mengemudi atau mengambil bagian dalam kegiatan berbahaya lain sementara di bawah pengaruh obat.

8.      Penyebab Ketergantungan

Dengan penggunaan yang tepat, tubuh mulai melakukan penyesuaian terhadap dosis Valium yang konsisten dan dapat dengan cepat membangun toleransi untuk itu, sehingga mengharuskan pengguna untuk meningkatkan dosis untuk merasakan efek awal yang sama.

9.      Efek Jangka Panjang Penyalahgunaan Valium

Valium mengakibatkan ketergantungan secara fisik maupun  psikologis dan juga dianggap sebagai salah satu kecanduan paling sulit untuk dihentikan. Sangat berbahaya jika  penggunaan valium dihentikan secara tiba-tiba karena dapat menyebabkan kejang dan kadang-kadang kematian. Efek lainnya meliputi mengantuk, bicara cadel, kurangnya koordinasi, gangguan memori, kebingungan, memperlambat pernafasan dan penurunan tekanan darah, pusing, depresi dan kepekaan terhadap rasa sakit. Efek jangka panjang dari penyalahgunaan juga termasuk anemia dan penurunan fungsi hati.

10.  Bantuan Dan Pengobatan Untuk Ketergantunganvalium

Pengobatan untuk kecanduan Valium dimulai dengan detoksifikasi .Gejala Penghentian mencakup kegelisahan, insomnia, gelisah, kejang dan kadang-kadang kematian. Selain menyebabkan kecanduan fisik juga menyebabkan kecanduan psikologis untuk Valium adalah masalah kronis dan membutuhkan perawatan lanjutan dan pengobatan.

11.  Pemulihan Dan Rehabilitasi Valium

Dapat dilakukan dengan memberikan Fasilitas Rehabilitasi kepada pecandu dan dukungan yang mereka butuhkan untuk menyelesaikan proses penghentian dan mengatasi kecanduan bagi para pecandu. Selain Memberi konseling, termasuk terapi keluarga dan program penyuluhan untuk pencegahan kambuh dan perencanaan aftercare.





BAB III
PENUTUP


Penanggulangan Penyalahgunaan Obat ( Narkotik )
Metode penanggulangan yang paling mendasar dan efektif adalah promotif dan preventif. Upaya yang paling praktis dan nyata adalah represif. Upaya yang manusiawi adalah kuratif dan rehabilitative. Ada 5 bentuk penanggulanggan masalah narkoba, yaitu promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan represif.
1.      Promotif
Disebut juga program preemtif atau program pembinaan. Program ini ditujukan kepada masyarakat yang belum memakai narkoba, atau bahkan belum mengenal narkoba. Prinsipnya adalah dengan meningkatkan peranan atau kegiatan agar kelompok ini secara nyata lebih sejahtera sehingga tidak pernah berpikir untuk memperoleh kebahagiaan semu dengan memakai narkoba.

2.      Preventif
Disebut juga program pencegahan. Program ini ditujukan kepada masyarakat sehat yang belum mengenal narkoba agar mengetahui seluk beluk narkoba sehingga tidak tertarik untuk menyalahgunakannya. Bentuk kegiatan preventif dapat berupa:
·         kampanye anti penyalahgunaan narkoba,
·         penyuluhan seluk beluk narkoba,
·         pendidikan dan pelatihan kelompok sebaya (peer group),
·         upaya mengawasi dan mengendalikan produksi dan distribusi narkoba di masyarakat
3.      Kuratif
Disebut juga program pengobatan. Program kuratif ditujukan kepada pemakai narkoba. Tujuannya adalah mengobati ketergantungan dan menyembuhkan penyakit sebagai akibat dari pemakaian narkoba, sekaligus menghentikan pemakaian narkoba. Bentuk kegiatan adalah pengobatan penderita atau pemakai, meliputi:
·         Penghentian pemakaian narkoba
·         Pengobatan gangguan kesehatan akibat penghentian dan pemakaian narkoba (detoksifikasi)
·         Pengobatan terhadap kerusakan organ tubuh akibat narkoba
·         Pengobatan terhadap penyakit lain yang masuk bersama narkoba (penyakit yang tidak langsung disebabkan oleh narkoba), seperti HIV/AIDS, hepatitis B/C, Sifilis,pneumonia, dll.
            Keberhasilan penghentian penyalahgunaan  narkoba tergantung pada:
·         Jenis narkoba yang disalahgunakan
·         Kurun waktu penyalahgunaan
·         Besar dosis narkoba yang disalahgunakan
·         Sikap atau kesadaran penderita
·         keluarga penderita
·         Hubungan penderita dengan sindikat pengedar

4.      Rehabilitatif
Rehabilitasi adalah upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga yang ditujukan kepada pemakai narkoba yang sudah menjalani  program kuratif. Tujuannya agar ia tidak memakai lagi dan bebas dari penyakit ikutan yang disebabkan oleh bekas pemakain narkoba.

1 komentar: